Sabtu, 29 Maret 2008

Artikel Kurniawan S Basol di Radar Bolmong

Posting Kota Bukan Ini, Bukan Itu, di blog ini yang kemudian dimuat di Radar Bolmong, Edisi I, ditanggapi Kurniawan S Basol di Radar Bolmong, Edisi II, Minggu Pertama Maret 2008. Mulanya saya memutuskan tidak mem-posting tanggapannya, agar pembaca blog ini tidak ''disiksa'' dengan bahasa Indonesia yang mengerikan. Tapi demi keadilan, dan agar yang tidak membaca Radar Bolmong tidak kehilangan konteks, tulisan tersebut saya putuskan untuk dipublikasi di sini. Tulisan Kurniawan S Basol ini ditampilkan apa adanya, tanpa editing sama sekali. Pembaca, Anda tentu bisa pula memberikan penilaian.


Kota Yang Bagaimana….? Jika, “Bukan Ini, Bukan Itu..!!!!!”

Tanggapan masyarakat atas Celoteh dari Yang Mulia –sebut saja- “KASINO” seorang calon kandidat Di salah satu daerah yang baru dimekarkan di Republik ini tentang “Kota bukan ini, Bukan itu”.

Sebuah kritikan tajam keluar dari seorang “Komedian Kasino”, dalam sebuah tanggapan tentang konsep mengaeni perencanaan pembangunan sebuah kota yang baru seumur jagung, dan konon –kata saudaranya— “cukup untuk rute gerak jalan 17 agustusan.”

Dalam celotehnya Yang Mulia mengkritik beberapa kandidat yang lain tentang konsep pembangunan yang mereka tawarkan demi kesejahteraan masyarakatnya, misalnya konsep ekonomi kerakyatan, konsep kota pendidikan dan jasa. Menurutnya konsep-konsep tersebut hanya sebuah pemikiran ajaib yang mampir di kepala dari yang mulia calon kandidat, Lucunya lagi katanya hanya sekadar keseleo lidah atau keracunan ikan lolosi “ungkapan yang sangat lucu bagi seorang pelawak yang kini terjun di dunia politik’’

“Sedikit terhibur…..” ketika Kami membaca sebuah celoteh tersebut (yang dimuat dalam sebuah harian yang terbit di kotamobagu), lahir sebuah pemikiran yang membawa kami (Pembaca) seakan larut dalam sebuah dialog lucu dari Parodi di tayangan “Republic Mimpi,” dimana seorang calon mengkrik calon yang lain melalui konsep-konsep yang ditawarkan oleh calon tersebut, seolah-olah yang mengkritik telah paham bagaimana konsep yang ditawarkan itu, sedangkan belum tentu kritikannya yang lebih baik daripada konsep yang ditawari oleh kandidat lain.

Kami fakir berdebat di wilayah konseptual itu sebenarnya hal yang sia-sia saja, kenapa..? karena pada wilayah konsep belum ada penilaian benar salah, baik atau buruk karna konsep tersebut belum diimplementasikan, artinya ini masih bersifat kemungkinan, mungkin bisa berjalan sesuai rencana, mungkin juga lari dari perencanaan, nah… konsep dari sebuah perencanaan bernilai benar atau salah, baik atau buruk, jika konsep tersebut telah dijalankan 100%. Konsep tersebut akan bernilai baik/benar apabila dia berjalan sesuai rencana, dan dia (konsep) bernilai buruk/salah apabila lari dari konsep tersebut.

Ada sebuah pertanyaan untuk yang mulia, Tentunya seorang Calon kandidat punya sebuah konsep yang akan diimplementasikan, “walaupun dia sendiri tidak mau mengubarkan konsepnya”, padahalkan itu masih dalam tataran konsep saja, entahlah,,, mungkin ada ketakutan akan sebuah counterattack yang akan membuatnya K.O. atau mungkin Masih mempelajari cara penerapannya, atau jangan-jangan Yang Mulia hanya berapologi saja, (inilah pemikiran masyarakat yang lahir akibat dari kemungkinan-kemungkinan yang belum ada penilaian). Kalaupun yang mulia mempunyai sebuah konsep, pertanyaan Kami bagi yang mulia “Kasino”, Apakah konsep yang dimiliki Yang Mulia sudah bernilai salah atau bernilai benar, baik atau buruk, tetapi belum ada implementasi di daerah yang baru dimekarkan di Republik ini….?

Setelah kami menelaah lebih dalam lagi, ternyata ada sebuah kontradiktif dalam celotehnya, dimana disatu sisi Yang Mulia Menilai bahwa konsep Kota Pendidikan dan Jasa yang sementara berjalan itu hanya merupakan “mimpi disiang bolong, dan hanya sebuah lamunan yang keterlaluan”, dalam arti kata sebuah kemustahilan dan pasimisme bahwa konsep tersebut akan terwujud, sementara disisi lain Beliau mengatakan Mungkin saja Kota tersebut bisa menjadi kota pendidikan, ini seperti halnya Yang Mulia menganalogikan “penyakit permanent yang bisa disembuhkan, atau sebuah ketiadaan yang merealitas (ada)”.

Sebagai bahan perenungan kita semua, marilah kita saling menghargai sesuatu, apapun itu, bagaimanapun bentuknya, serta dari mana datangnya, agar supaya tercipata rasa kebersamaan dalam membangun tanpa harus saling mengkritik konsep yang belum ada penilaian di dalamnya, dalam rangka membangun “Kota yang baru seumur jagung dan cukup untuk rute gerak jalan 17 agustusan serta memiliki penduduk cukup padat –berkisar 150.000” jiwa ini. (Meminjam Istilah Yang Mulia –“Kasino”).***